BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Medis Fraktur
2.1.1 Pengertaian
1.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa
(Mansjoer, 2000)
2.
Fraktur femur adalah diskontinuitas (fraktur) pada tulang
femur yang mengenai bagian shaft atau
diafase tulang femur (Grenshaw, 2002)
3.
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
terbesar dan terkuat pada tubuh (Brooker, 2001)
Gambar 2.1.1 Fraktur Femur
4.
Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontiniutas tulang
radius ulna, gambaran klinis fraktur antebrachii pada orang dewasa biasanya
tampak jelas karena fraktur radius ulna sering berupa fraktur yang disertai dislokasi
fragmen tulang (Manjoer Arif et all, 2000)
Gambar 2.1.2 Fraktur
Antebrachii
2.1.2 Etiologi
2.2.2.1 Trauma
(Sains,2012 :60)
1. Trauma
langsung
Trauma
langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur
demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang
atau miring.
2.
Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung menyebabkan patah tulang
ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Fraktur Patologis: terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis didalam tulang
(Muttaqin,2008 : 70).
2.1.3 Klasifikasi Fraktur Femur
2.1.3.1 Fraktur intrakapsular, fraktur ini terjadi di
kapsul sendi pinggul
a. Fraktur kapital : fraktur
pada kaput femur
b. Fraktur subkapital :
fraktur yang terletak di bawah kaput femur
c. Fraktur transervikal :
fraktur pada kolum femur
2.1.3.2Fraktur
ekstrakapsular, fraktur yang terjadi di luar kapsul sendi pinggul
a. Fraktur sepanjang
trokanter mayor dan minor
b. Fraktur intertrokanter
c. Fraktur subtrokanter
2.1.3.3 Fraktur Kolum Femur
Fraktur kolum femur termasuk fraktur intrakapsular yang terjadi pada
bagian proksimal femur, yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian
distal permukaankaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari
intertrokanter. Pada pemeriksaan fisik, fraktur kolum femur dengan pergeseran
akan menyebabkan deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal
sedangkan pada fraktur tanpa pergeseran deformitas tidak jelas terlihat. Tanpa
memperhatikan jumlah pergeseran fraktur yang terjadi, kebanyakan pasien akan
mengeluhkan nyeri bila mendapat pembebanan, nyeri tekan di inguinal dan nyeri
bila pinggul digerakkan. Standar pemeriksaan radiologi untuk fraktur kolum
femur adalah rontgen pinggul dan pelvis anteroposterior dan cross-table lateral.
Klasifikasi fraktur kolum femur menurut Garden’s adalah sebagai berikut :
a. Grade I : Fraktur inkomplit ( abduksi dan
terimpaksi)
b. Grade II : Fraktur lengkap tanpa pergeseran
c. Grade III : Fraktur lengkap
dengan pergeseran sebagian (varus malaligment)
d. Grade IV : Fraktur dengan
pergeseran seluruh fragmen tanpa ada bagian
segmen yang
bersinggungan
Gambar 2.1.3.1 Klasifikasi Gardens untuk fraktur column femur
Klasifikasi Pauwel’s untuk fraktur kolum femur juga sering digunakan. Klasifikasi
ini berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis fraktur dan bidang
horizontal pada posisi tegak, yaitu:
a. Tipe I : garis fraktur
membentuk sudut 30° dengan bidang horizontal
pada posisi tegak
b. Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50° dengan bidang
horizontal pada
posisi tegak
c.
Tipe III: garis fraktur membentuk sudut >50° dengan bidang horizontal pada
posisi tegak.
Gambar 2.1.3.2 Klasifikasi untuk fraktur Kolum Femur
2.1.3.4 Fraktur
Intertrokanter Femur
Fraktur intertrokanter bersifat ekstrakapsular. Bagian
dari panggul yang termasuk
intertrokanter adalah distal dari leher femur sampai trokanter minor
2.1.4 Klasifikasi Fraktur
Antebarachii
Pembagian fraktur antebrachii menurut Mansjoer (2000)
1) Fraktur
CollesDeformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan (dinner
fork deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan
pronasi,tubuh beserta lengan berputar ke dalam (endorotasi). Tangan
terbukaterfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi supinasi).
2) Fraktur
Smith.Fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut
reversecolles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien
jatuhdengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volarfleksi
pada pergelangan tangan dan pronasi.
3) Fraktur
Galeazzi.Fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius radius ulna
distal. Saatpasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi
pularotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badanyang
memberi gaya supinasi.
4) Fraktur
Montegia.Fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius
ulnaproksimal
2.1.5 Tanda Dan Gejala
Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001)
antara lain:
1)
Deformitas
2)
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah
dari tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
a.
Rotasi pemendekan tulang
b.
Penekanan tulang
3)
Bengkak
4)
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
5)
Ekimosis dari perdarahan subculaneous
6)
Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
7)
Tenderness
8)
Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang
dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
9)
Kehilangan sensani (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/ perdarahan).
10) Pergerakan abnormal
11) Shock hipovolemik hasil dari
hilangnya darah
12) Krepitasi
2.1.7 Penatalaksanaan Fraktur Femur
Adapun
prinsip penanganan fraktur femur menurut Smeltzer & Bare (2001) meliputi :
a. Reduksi
fraktur
1)
Reduksi Fraktur
Femur
Penyambungan
kembali tulang penting dilakukan agar posisi dan rentang gerak normal pulih.
Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi
tertutup). Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual. Dan apabila diperlukan tindakan bedah
(reduksi terbuka) dengan pendekatan bedah fragmen tulang di reduksi. Alat
fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, skrup, plat, paku atau batangan
logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang sulit terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi
tulang atau dipasang melalui fragmen tulang atau langsung kerongga sum sum tulang.
Alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
2)
Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur di
reduksi, fraktur tulang harus di imobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi
dan kesejajarannya yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, atau fiksator eksterna.
Implant logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai
interna untuk mengimobilisasi fraktur.
3)
Fisioterapi dan
mobilisasi
Fisioterapi dilakukan untuk
mempertahankan supaya otot tidak mengecil dan setelah fraktur mulai sembuh
mobilisasi sendi dapat dimulai sampai ekstremitas betul betul telah kembali
normal.
2.1.8
Penatalaksanaan Fraktur
Antebrachii
(Mansjoer, 2000)
1)
Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum,
kemudian imobilisasi dengan gips (long
arm cast). Posisi antebrachii tergantung letak fraktur, pada fraktur
antebrachii 1/3 proksimal diletakkan dalam posisi supinasi 1/3 tengah dalam
posisi netral, dan 1/3 distal dalam posisi pronasi. Gips supinasi gips
dipertahankan 4-6 minggu.
2)
Bila reposisi tertutup tidak berhasil (angulasi lebih dari
100 pada semua arah) maka dilakukan
internal fiksasi.
3)
Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan “debridement”
kemudian dilakukan tindakan seperti diatas. Sedangkan pada fraktur terbuka
derajat III dilakukan eksternal fiksasi.
2.1.9 Komplikasi
Adapun komplikasi dari
fraktur (Smeltzer & Bare, 2001) yaitu :
Komplikasi segera (immediate),
komplikasi yang terjadi segera setelah fraktur antara lain syok neurogenik,
kerusakan organ, kerusakan syaraf, injuri atau perlukaan kulit.
1)
Early Complication
Dapat terjadi seperti :
osteomelitis, emboli, nekrosis, dan syndrome
compartemen.
2)
Late Complication
Sedangkan komplikasi lanjut
yang dapat terjadi antara lain stiffnes
(kaku sendi), degenerasi sendi, penyembuhan tulang terganggu (malunion).
2.1.10
Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiografi pada dua bidang (untuk mencari lusensi dan diskuntinuitas pada
korteks tulang)
2. Tomografi, CT scan, MRI ( jarang dilakukan)
3. Ultrasonografi dan scan tulang dengan radioisotop ( scan tulang terutama
berguna ketika radiografi/ Ct scan memberikan hasil negatif pada kecurigaan
fraktur secara klinis)
Pemeriksaan Laboratorium
(Sains,2012 :95)
a. Hitung darah lengkap : HB mungkin
meningkat/menurun.
b. Kreatinin : traumaa otot meningkatkan
beban kreatinin untuk ginjal.
c. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi
pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau cederah hati.
2.1.11 Asuhan Keperwatan
1. Pengkajian
Identitas
Meliputi usia ( kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis
kelamin ( kebanyakan terjadi pada laki-laki biasanya sering mengebut saat mengendarai motor tanpa menggunakan helm).
Keluhan utama,
Nyeri akibat dari post operasi
fraktur femur dan fraktur antebrachii
Riwayat penyakit sekarang.
Biasanya klien datang dengan keluhan
jatuh atau trauma lain
Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit Paget menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang
sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka dikaki sangat beresiko
mengalami osteomilitis akut dan kronis dan penyakit diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
Riwayat penyakit keluarga.
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang adalah faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan dan kanker tulang yang diturunkan secara genetic
Riwayat psikososial spiritual
Takut, cemas, terbatasnya aktivitas.
Pemeriksaan Fisik
Pre Operasi
B1 (breathing),
Pada pemeriksaan sistem pernapasan tidak mengalami gangguan
B2 (blood)Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan tekanan
darah, peningkatan nadi dan respirasi
oleh karena nyeri , peningkatan suhu tubuh karena terjadi infeksi
terutama pada fraktur terbuka
B3 (brain)Tingkat kesadaran biasanya komposmentis
B4 (bladder),
Biasanya klien fraktur tidak mengalami kelainan pada
sistem ini.
B5 (bowel), Pemenuhan
nutrisi dan bising usus biasanya normal,
pola defekasi tidak ada kelainan
B6 (bone), Adanya
deformitas, adanya nyeri tekan pada daerah trauma,
Post Operasi
B1 (breathing), biasanya terjadi reflek batuk tidak efektif
sehingga terjadi penurunan akumulasi secret, bisa terjadi apneu, lidah
kebelakang akibat general anastesi, RR meningkat karena nyeri
B2 (blood) Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler,
dapat terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi dan respirasi oleh karena nyeri , peningkatan suhu tubuh
karena terjadi infeksi terutama pada proses pembedahan.
B3 (brain)
Dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan
anastesi, nyeri
akibat pembedahan
B4 (bladder)
Biasanya karena general anastesi terjadi retensi urin
B5 (bowel) Akibat dari general anastesi terjadi
penurunan peristaltik
B6 (bone)
Akibat pembedahan klien mengalami gangguan mobilitas fisik.
2. Diagnosa
1. Gangguan rasa nyaman nyeri
Definisi :
Keadaan ketika individu mengalami sensasi yang
tidak menyenangkan dalam berespons terhadap ransangan yang berbahaya
Batasan Karakteristik
Mayor :
individu memperlihatkan atau melaporkan
ketidaknyamanan ( mis., nyeri, mual, muntah, pruritus )
Minor :
Respons autonom pada nyeri akut
-
Tekanan
darah meningkat
-
Nadi
meningkat
-
Pernapasan
meningkat
-
Diaforesis
-
Pupil
dilatasi
Posisi berhati – hati
Raut wajah kesakitan
Menangis , merintih
Faktor yang berhubungan
Tindakan yang berhubungan dengan trauma jaringan
dan refleks spasme otot sekunder akibat operasi/pembedahan,
pemasangan plat
2. Hambatan
Mobilitas Fisik
Definisi
:
Keadaan
ketika seorang individu mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan fisik,
tetapi bukan immobile
Batasan
Karakteristik
Mayor
:
Penurunan
kemampuan untuk bergerak dengan sengaja dalam lingkungan ( mis., mobilitas di
tempat tidur, berpindah, ambulasi )
Minor
:
-
Pembatasan
pergerakan yang dipaksakan
-
Enggan
untuk bergerak
Faktor
yang berhubungan
Tindakan
yang berhubungan dengan pemasangan ORIF
3. Ansietas
Definisi :
Keadaan ketika individu / kelompok mengalami perasaan
gelisah ( penilaian atau opini ) dan aktivasi sistem saraf autonom dalam
berespons terhadap ancaman tidak jelas, non spesifik
Batasan Karakteristik
Mayor :
Dimanifestasikan oleh gejala – gejala dari tiga kategori
: fisiologis, emosional, dan kognitif. Gejala bervariasi sesuai dengan tingkat
ansietas
Minor :
-
Fisiologis
Peningkatan frekuensi jantung
Peningkatan tekanan darah
Peningkatan frekuensi pernapasan
Diaforesis
Dilatasi pupil
Gelisah
-
Emosional
Individu menyatakan bahwa ia merasakan :
Ketakutan, ketidakberdayaan, tidak dapat rileks
Individu memperlihatkan :
Peka ransang / tidak sabar, menari diri
-
Kognitif
Tidak dapat berkonsentrasi, mudah lupa, terlalu perhatian
Faktor yang berhubungan
Ancaman integritas biologis aktual atau dirasa sekunder
akibat pemasangan ORIF, perubahan status sosioekonomi
4. Resiko tinggi infeksi
Definisi
:
Keadaan
ketika seorang individu berisiko terserang agens patogenik atau oportunistik (
virus,jamur,protozoa, atau parasit lain ) dari sumber – sumber eksternal,
sumber – sumber endogen atau eksogen
Batasan
Karakteristik
Adanya
faktor – faktor risiko
Faktor
yang Berhubungan
Tempat
masuknya organisme sekunder atau port de entry kuman akibat pembedahan
5. Resiko tinggi cedera
Definisi
:
Keadaan
ketika seorang individu berisiko mendapat bahaya karena defisit perseptual atau
fisiologis, kurangnya kesadaran tentang bahaya, atau usia lanjut
Batasan
Karakteristik
Adanya
faktor – faktor risiko
Faktor
yang berhubungan
Efek
dari anestesi pada mobilitas
3.Intervensi
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Nyeri berhubungan dengan tindakan invasif pembedahan ,
pemasangan plat
|
Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi
setelah dilakukan tindakan pemasangan plat
Kriteria hasil:
- Klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi
- Ekspresi wajah tidak menyeringai karena nyeri
- Skala nyeri 0-1
- TTV dalam batas
normal
·
TD 110/70 -130/90 mmHg
·
Nadi
60-100x/menit
·
RR 12-20x/mnt
|
1.Beri penjelasan
tentang penyebab nyeri
2.Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi
3. Berikan posisi yang nyaman
4.Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik
5.Observasi keluhan nyeri, tensi, nadi, respirasi,
skala nyeri
|
1. Akibat pembedahan terjadi trauma
jaringan sehingga terjadi pelepasan mediator kimia yaitu prostaglandin,
bradikinin dan histamin yang kemudian berikatan dengan nosiceptor sehingga
menimbulkan sensasi nyeri.
2.- Relaksasi: meningkatkan sekresi
endorphin dan enkafelin pada sel inhibitor kornu dorsalis medulla spinalis
yang dapat menghambat transmisi nyeri
- Distraksi: meningkatkan aktifitas dalam sistem kontrol pada tulang untuk
mencegah transmisi terus menerus stimulus nyeri ke otak
3.Merelaksasikan semua jaringan sehingga mengurangi
nyeri
4. Analgesik menekan sistem syaraf pusat pada talamus
dan korteks cerebri
5. Nyeri merupakan respon subyektif yang dapat dikaji
dengan menggunakan skala nyeri, tanda, tanda vital dapat meningkat dengan
adanya nyeri
|
Gangguan keterbatasan aktivitas fisik berhubungan
dengan pemasangan plat
|
Klien mampu melaksanakan aktifitas sehari – hari
Dengan kriteria:
- Klien dapat ikut serta dalam program latihan ROM
- Kekuatan otot bertambah
|
1.Beri
penjelasan penyebab gangguan keterbatasan aktivitas fisik
2. Bantu dan motivasi klien dalam pemenuhan kebutuha ADL
(hygiene perseorangan dan nutrisi)
3. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang
dilakukan atau keberhasilannya
4. Observasi kemampuan dan tingkat kekurangan untuk
melakukan kegiatan sehari-hari
|
1.Kekuatan otot belum pulih sempurna pasca tindakan pemasangan plat sehingga ektremitas atas yang mengalami trauma tidak dapat digerakkan
dengan maksimal
2.Membantu memenuhi kebutuhan pasien mengurangi
ketergantungan dan meningkatkan masa pemulihan, hygiene personal untuk
kenyamanan dan sirkulasi, nutrisi untuk regenerasi sel
3. Meningkatkan perasaan makna diri,
kemandirian dan mendorong pasien berusaha secara bertahap
4. Membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan pemenuhan
kebutuhan secara individual
|
Ansietas yang berhubungan dengan status ekonomi
|
Klien dapat memahami dan menerima kondisinya setelah
dilakukan tindakan perawatan
Kriteria hasil:
- Klien dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya
Klien menyatakan ansietas berkurang atau hilang
|
1.Jelaskan alasan tindakan pembedahan dan manfaat pembedahan
2. Libatkan keluarga dan tenaga medis dalam memberikan dukungan emosional
3.pantau respon kecemasan baik melalui
ungkapan
maupun tanda-tanda fisik seperti
palpitasi, takikardia
|
1. Pemahaman yang benar tentang tujuan tindakan
pembedahan memungkinkan klien lebih kooperatif dan mengurangi kecemasan
2. Dukungan emosional akan memberikan
rasa aman dan nyaman bagi klien
3. Membantu menentukan derajat cemas
|
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de
entry kuman akibat luka operasi
|
Infeksi tidak terjadi selama perawatan
Kriteria Hasil
-Luka operasi bersih
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
- Suhu tubuh dalam batas normal 36ᴼC-37,4ᴼC
Pemeriksaan laboratorium: Leukosit dalam batas normal
4500-10000
|
1. Jelaskan kepada
pasien masalah yang dapat terjadi bila luka tidak terawat dengan baik yaitu
infeksi
2. Pertahankan hidrasi dan nutrisi yang adekuat
3.Lakukan perawatan luka secara
steril
4.Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian antibiotik sesuai indikasi
5. Pantau luka operasi setiap hari
6. Observasi tanda
dan gejala infeksi, keluhan dan TTV
(suhu, nadi)
|
1. Infeksi terjadi
karena masuknya mikroorganisme sekunder akibat adanya luka terbuka
2. Membantu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit dan mengurangi
resiko infeksi akibat sekresi yang stasis
3. Tehnik perawatan luka secara steril dapat mengurangi
kontaminasi kuman
4. Menghambat perkembangan dan pertumbuhan kuman
5. Mendeteksi secara dini gejala-gejala inflamasi yang
mungkin timbul sebagai dampak adanya luka bekas operasi
6. Memberikan
deteksi dini terjadinya proses infeksi,
peningkatan suhu dan nadi pembengkakan sebagai indicator adanya
infeksi.
|
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan
kesadaran akibat efek anestesi
|
Klien tidak mengalami cedera
Kriteria hasil :
-klien tidak jatuh
-pagar samping tempat tidur klien terpasang
|
1.jelaskan kepada klien dan keluarga tentang efek
anestesi
2.pagar samping tempat tidur klien terkunci
3.anjurkan keluarga untuk mendampingi klien 1x24 jam
setelah tindakan pembedahan
|
1.anestesi dapat menurunkan kesadaran klien
2.menjaga keamanan klien
3. membantu dalam mengantisipasi cedera
|
DAFTAR PUSTAKA
Doenges. M.E; Moorhouse. M.F;
Geissler. A.C. (1999) alih bahasa Monica Ester.. Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta: EGC.
Hidayat, A. A. (2002). Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan.
Jakarta : EGC.
Mansjoer,
Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta
Kedokteran. (edisi 3). Jakarta : Media Aesculapius.
Muttaqim, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta.EGC
Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi
4 vol 1. Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat, R, dkk. (2004). Buku Ajar: Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C.
(2002). Buku Ajar Keperawataan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Ed 8. Vol 3.alih bahasa
Monica Ester. Jakarta: EGC.
www.scribd.com
› School Work › Essays & Theses , diakses tanggal 24 November 2012 jam 22.0